WETU TELU : KESALAHPAHAMAN DALAM PERSEPSI MASYARAKAT
Kata Kunci:
Persepsi, Tradisi Wetu Telu, KesalahpahamanAbstrak
Kepercayaan dapat memotivasi individu untuk melakukan berbagai kegiatan dan memengaruhi perasaan mereka, baik itu rasa takut, optimis, ataupun pasrah. Di Pulau Lombok, tepatnya di komunitas adat Wetu Telu Bayan, terdapat perbedaan persepsi antara masyarakat luar yang memandang positif dan negatif terhadap tradisi Wetu Telu. Beberapa masyarakat luar berpandangan bahwa praktek Islam Wetu Telu atau sholat sebanyak tiga kali sehari semalam adalah sangat berbeda dan menyimpang dari syariat Islam yang mewajibkan seorang Muslim menjalankan sholat lima kali sehari semalam. Tujuan dari artikel ini adalah untuk membantu mengatasi kesalahpahaman persepsi masyarakat luar serta membantu mereka memahami dan menghormati tradisi Wetu Telu dengan benar. Pendekatan partisipatif metode FGD digunakan untuk mengumpulkan data. Focus Group Discussion (FGD) merupakan diskusi yang didesain untuk mendorong munculnya informasi tentang sudut pandang, kepercayaan, kebutuhan, pengalaman, keinginan yang dikehendaki oleh peserta. Ada kesalahpahaman yang berkembang dari istilah "Wetu Telu" di kalangan luar Bayan. Istilah ini sering disama artikan dengan "Waktu Telu", yang diartikan sebagai sholat sebanyak tiga kali sehari semalam. Namun, tidak ada satu pun warga atau tetua adat di Bayan yang menyebutkan bahwa "Wetu Telu" itu adalah "Waktu Telu". Wetu Telu adalah sebuah tradisi dan jati diri manusia serta asal-usul manusia di Bayan. Artikel ini membantu masyarakat luar untuk memahami dan menghormati tradisi Wetu Telu dengan benar. Pengumpulan data dengan menggunakan pendekatan partisipatif metode FGD dapat digunakan sebagai model dalam upaya pemahaman yang lebih luas terhadap kepercayaan dan tradisi adat masyarakat lainnya.