MEDIA SOSIAL DAN OPINI POLITIK MAHASISWA
Analisis Framing dan Hegemoni Konten PILKADA NTB 2024 di Instagram
Keywords:
Framing, Hegemoni, Instagram, Opini Politik, Pilkada NTBAbstract
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya peran media sosial, khususnya Instagram, dalam membentuk opini politik mahasiswa pada Pilkada NTB 2024. Instagram berfungsi bukan hanya sebagai media komunikasi, tetapi juga sebagai ruang produksi wacana politik yang dipenuhi dengan strategi framing dan praktik hegemoni. Permasalahan utama penelitian ini adalah bagaimana framing konten politik Pilkada NTB 2024 di Instagram membentuk opini politik mahasiswa serta bagaimana mahasiswa memaknai narasi politik di Instagram yang mengandung praktik hegemoni dalam membentuk opini terhadap calon kepala daerah di NTB?. Tujuan penelitian ini adalah untuk menafsirkan opini politik mahasiswa FHISIP khususnya tiga prodi yaitu prodi Hubungan Internasional, Ilmu Komunikasi dan Sosiologi dalam konteks Pilkada NTB 2024 berdasarkan konten di Instagram serta menafsirkan dinamika pemaknaan mahasiswa terhadap narasi politik di Instagram dalam kaitannya dengan pembentukan opini tentang calon kepala daerah NTB 2024. Secara teoritis, penelitian ini menggunakan teori framing Erving Goffman untuk menganalisis konstruksi pesan politik, dan teori hegemoni Antonio Gramsci untuk melihat narasi dominan diproduksi, diterima, maupun ditolak. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan analisis isi. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi konten Instagram, kemudian dianalisis menggunakan model Miles & Huberman serta diuji validitasnya melalui triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Instagram menjadi arena strategis dalam membentuk opini politik mahasiswa melalui visual, identitas, dan simbol lokal. Namun, mahasiswa tidak bersikap pasif; mereka melakukan verifikasi, menunjukkan skeptisisme, bahkan melakukan reframing terhadap konten politik yang dianggap manipulatif. Kesimpulannya, opini politik mahasiswa terbentuk melalui interaksi dialektis antara strategi framing, praktik hegemoni, dan refleksi kritis mahasiswa. Dengan demikian, Instagram berperan sebagai ruang pertarungan makna politik yang memperlihatkan dinamika penerimaan, negosiasi, dan resistensi terhadap narasi kampanye digital.